Minggu, 29 Desember 2013

peran dan fungsi mahasiswa

BANGGA JADI MAHASISWA
Suatu kebanggaan memang menjadi seorang mahasiswa di suatu perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Coba sejenak kita pikirkan, “mengapa rasa bangga itu hadir ketika menyandang status sebagai mahasiswa?”. Berangkat dari pertanyaan ini saya akan membawa pembaca kepada suatu buah pemikiran yang lahir dari diskusi yang saya lakukan baik dengan dosen maupun dengan kawan-kawan mahasiswa lainnya.
Siapa Mahasiswa ?
Ditarik dari kamus besar bahasa Indonesia mahasiswa adalah orang yang belajar diperguruan tinggi. Mahasiswa terdiri dari dua suku kata yaitu “maha” dan “siswa”. Maha berati besar atau agung, sedangkan siswa berarti orang yang sedang belajar. Kombinasi dua kata ini menunjuk pada suatu kelebihan tertentu bagi penyandangnya. Di dalam PP No. 30 Tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu (Bab I ps.1 [6]), yaitu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan / atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. (Bab II ps. 1 [1]). Dengan demikian, mahasiswa adalah anggota dari suatu masyarakat tertentu yang merupakan “elit” intelektual dengan tanggung-jawab terhadap ilmu dan masyarakat yang melekat pada dirinya, sesuai dengan “tridarma” lembaga tempat ia bernaung.

Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada tataran elit karena kelebihan yang dimilikinya, dengan demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan tanggung-jawab.

Dari identitas dirinya tersebut, mahasiswa sekaligus mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial, dan tanggungjawab moral

Bagaimana bentuk peran mahasiswa?
Jika kita telusuri ada 3 peran pokok mahasiswa,
1) Agen of Change (pembawa perubahan), sebagai orang yang akan membawa perubahan mahasiswa harus memiliki potensi-potensi,  seperti kritis, idelais, kreatif dan independen maka gerakan mereka membawa sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.
2) Guardian Value( penjaga nilai), maksudnya mahasiswa dengan potensi kritis, idealis dan daya juang tinggi mahasiswa bisa berlaku sebagai control social ataupun pelurus nilai-nilai luhur yang hendak dicapai. Dengan demikian mahasiswa merupakan orang yang akan mengontrol jalannya pemerintahan.
3)  Iron stock( persedian besi), maksudnya bahwa pemuda memiliki potensi ilmu, memiliki kreatifitas, bakat kepemimpinan adalah aset buat masa depan sebagai generasi yang akan meneruskan pergerakan pemerintahan atau orang yang akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa.

Dengan demikian kebanggaan yang lekat dari status mahasiswa itu lahir dikarenakan besarnya tanggung jawab yang akan diemban oleh seseorang yang berstatus sebagai mahasiswa. Jadi pada hakekatnya kebanggaan sebagai mahasiswa tidak akan kita dapat ketika kita tidak bisa menjalankan tanggung jawab yang diemban.

gunung talang


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kota Padang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Barat. Kota Padang sendiri merupakan sebuah kota yang berada pada pesisir barat pantai Sumatera. Di sepanjang pesisir pantai Sumatera dilalui dua lempeng tektonik aktif yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Keaktifan lempeng tektonik tersebut membuat seringnya terjadi gempa di sepanjang kawasan yang dilaluinya. Gempa yang disebabkan oleh getaran karena pertemuan dua lempeng tersebut sering menimbulkan berbagai dampak terhadap kehidupan manusia.
Secara umum wilayah yang pernah terjadi bencana gempa bumi ada peluang akan terulang kembali. Banyak ahli geologi berasumsi rentang waktu terjadinya kembali bencana gempa bumi rata-rata diatas 100 tahunan. Menurut permodelan perambatan tsunami di Padang yang pernah terjadi berskala 8,7 dan 8,9 SR pada tahun 1797 dan 1833 akan menimbulkan gelombang diatas 5 meter (pakar tsunami ITB, Hamzah Latief). Sedangkan rentang waktu terjadinya gempa bumi belum bisa diprediksi, ini membutuhkan kewaspadaan yang tinggi dan persiapan yang baik.
Pasca gempa dengan kekuatan 7,6 SR yang terjadi pada 30 september 2009 yang berpusat dikepulauan mentawai, menimbulkan banyak korban dan kerusakan infrastruktur 25%. Ini membuat pemerintah dan masyarakat dikota Padang khawatir akan terjadinya bencana susulan. Karena itu pemerintah kota Padang bekerja sama dengan berbagai lembaga baik negeri maupun swasta guna meminimalisasi dampak yang terjadi akibat bencana. Pasca gempa, banyak peneliti yang datang untuk melakukan penelitian terkait dengan gempa tersebut. Kota Padang pun dinilai memiliki potensi besar akan terjadinya gempa dan Tsunami. Gempa dan Tsunami tersebut dinilai cukup besar karena adanya patahan besar yang terjadi (megatrust) dikepulauan mentawai.
Untuk mengurangi korban jiwa dan dampak kerusakan dari gejala alam ini diperlukan sebuah kajian tata ruang sebagai tambahan dari rencana tata ruang wilayah yang sudah ada. Rencana ini berupa mitigasi bencana yang diwujudkan kedalam pemetaan rawan bencana, rencana yang diwujudkan kedalam pemetaan rawan bencana, rencana penetapan bangunan penyelamat (escape building), rencana jalur penyelamatan/evakuasi (escape road), dan rencana penyelamatan darurat (shelter). Kajian ini sesuai dengan UU No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 28, menyebutkan bahwa ‘rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang evakuasi bencana sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan tata ruang wilayah kota’. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang evakuasi bencana dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pelayanan sosial ekonomi.
Kota Padang memiliki jumlah penduduk sebanyak 833.562 jiwa, yang mana penduduk tersebut tersebar ke 11 kecamatan yang ada dikota Padang ( BPS. Hasil Sensus Penduduk 2010). Adapun persebaran penduduk per kecamatan adalah sebagai berikut: Bungus teluk kabung dengan 22.896 jiwa, Lubuk Kilangan 48.850 jiwa, Lubuk Begalung 106.432 jiwa, Padang selatan 57.718, Padang Timur 77.868 jiwa, Padang Barat 45.380 jiwa, Padang Utara 69.119 jiwa, Nanggalo 57.275 jiwa, Kuranji 126.729 jiwa, Pauh 59.216 jiwa, Koto Tangah 162.079 jiwa. Sesuai dengan status kota Padang yang menjadi Kota rawan bencana gempa dan Tsunami, kota Padang dibagi menjadi 3 zona yakni zona merah, zona kuning dan zona hijau.
 Zona merah yang merupakan zona rawan gempa dan Tsunami dikota Padang dinilai perlu mendapatkan pembekalan mitigasi bencana lebih dibandingkan 2 zona lainnya. Jumlah KK zona merah kota Padang 85.587 KK (dari jumlah bangunan tempat tinggal yang terdeteksi melalui GIS/citra satelit). Zona kuning merupakan zona hati-hati, sementara zona hijau merupakan zona aman terhadap tsunami. Pembekalan mengenai mitigasi bencana sangat perlu dilakukan semaksimal mungkin guna meminimalisir dampak dari bencana gempa dan tsunami.
Pemahaman masyarakat akan mitigasi bencana ini berbeda-beda baik masyarakat yang satu dengan  masyarakat di kecamatan lainnya. Tingkat pemahaman masyarakat dapat dilihat dari beberapa indikator tentang mitigasi bencana gempa dan tsunami, seperti upaya apa yang dilakukan masyarakat ketika gempa sedang terjadi dan kita sedang berada dirumah, jalur evakuasi tsunami, lokasi shelter terdekat.
Berdasarkan hal diatas penulis melihat ada permasalahan akan perbedaan tingkat pemahaman masyarakat akan mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona merah kecamatan yang ada di kota Padang. Di antara sebelas kecamatan yang ada di kota Padang, ada satu kecamatan yang merupakan kecamatan paling selatan di kota Padang yang berbatasan langsung dengan kabupaten pesisir selatan. Kecamatan Bungus Teluk Kabung memiliki 6 kelurahan yang mana 5 kelurahannya terletak di daerah pantai. Di karenakan posisinya yang berada didaerah pantai ini menjadikan kecamatan Bungus Teluk Kabung sebagai daerah rawan bencana, khususnya bencana gempa dan tsunami.
Adanya keterbatasan waktu, biaya serta hal-hal lainnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada kecamatan Bungus Teluk Kabung. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami di zona merah kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang”.
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.      Tingkat pemahaman masyarakat terhadap dampak bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung masih kurang
2.      Tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung masih kurang.
C.    Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan sesuai dengan kemampuan serta waktu yang dimiliki, maka permasalahan pada penelitian ini dibatasi hanya:
1.      Tingkat pemahaman masyarakat terhadap bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung.
2.      Tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung.
D.    Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana tingkat pemahaman  masyarakat terhadap bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung?
2.      Bagaimana tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung?
E.     Tujuan Penelitian
Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data, mengolah data serta menganalisa dan membahas data tentang:
1.      Untuk mengetahui tingkat pemahaman  masyarakat terhadap bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung.
2.      Untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung.

F.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut:
1.      Bagi peneliti dapat berguna untuk salah satu syarat dalam menyelesaikan studi sarjana pendidikan di jurusan geografi.
2.      Menjadi sumber informasi bagi masyarakat bagaimana pentingnya pemahaman mitigasi bencana.
3.      Menjadi sumber untuk mengevaluasi kinerja dari pihak yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana di kota Padang.
4.      Pengembangan wawasan bagi penulis serta sumbangan perpustakaan, informasi dan bahan studi yang berkaitan dengan geografi.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Kajian Teori
1.      Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata dasar “paham” yang artinya menurut Alvi (2001-811) dalam kamus besar bahasa Indonesia  adalah pengetahuan banyak, kurang atau mengerti benar, tahu benar. Pemahaman merupakan kata paham yang ditambah awalan pe-, dan akhiran an- yang artinya proses, cara, perbuatan, memahami atau memahamkan. Jadi, yang dimaksud dengan pemahaman dalam penelitian ini adalah kemampuan masyarakat untuk mengerti atau memahami mitigasi bencana gempa dan tsunami.
Suharsini (2009:118) menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberi contoh, menuliskan kembali dan memperkirakan.
Menurut Surya dalam Noriyanti (2003:10) pemahaman adalah suatu keadaan dimana individu secara mandiri mengenal, mengetahui dan menyadari serta menghayati akan berbagai hal. Jadi pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sudah mengetahui , menyadari serta bisa menyampaikannya kepada orang lain tentang mitigasi bencana gempa dan tsunami di zona merah.


2.      Masyarakat
Menurut Ahmadi (2003:97) masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam hubungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas.
             Masyarakat menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:721) merupakan “ Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
             Menurut Mutaqin (2003:31) masyarakat adalah “Organisasi yang didalamnya terdapat sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang satu sama lain memiliki fungsi dan saling melengkapi, begitupula masyarakat sebagai kelompok sosial terbesar yang didalamnya terdapat kelompok-kelompok sosial yang lebih kecil, didalam kelompok tersebut terdapat interaksi, solidaritas, pemimpin, nilai maupun norma tersendiri yang mengikat anggotanya. Jadi masyarakat merupakan manusia yang akan menjadi sumber data primer dalam penelitian ini yaitu manusia yang bertempat tinggal di kecamaatan Bungus Teluk Kabung kota Padang.
3.      Konsep Bencana, Gempa, Tsunami, Mitigasi Bencana dan  Zona merah
a.      Bencana
Hadi dan Rony, mendefinisikan bencana adalah gangguan atas kehidupan manusia yang terbentuk sebagian sebuah nasib yang datangnya tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau tanpa ada kesadaran yang pasti akan datangnya yang muncul baik dari dalam diri ataupun diluar diri manusia (alam).
Soliman dan Rogge (2002), menyatakan bahwa terdapat beberapa fase dalam  bencana. Pra bencana, pada fase ini disebut sebagai penilaian (evolusi potensi bencana), Mitigasi (tindakan yang meminimalkan potensi pengerusakan), dan kesiapan (tindakan untuk mengurangi kerugian langsung dan meningkatkan respon untuk pemulihan. Sedangkan pada fase pasca bencana adalah tahap respon (mobilisasi langsung untuk melindungi nyawa dan harta) dan pemulihan (usaha menengah dan jangka panjang untuk memulihkan dan menstabilkan fungsi komunitas).
Menurut Internasional Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR-2002,24) adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya. 
Kemudian defenisi bencana menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Pasal 1 angka 1 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Berdasarkan defenisi bencana dari UN-ISDR sebagaimana disebutkan diatas, dapat di generalisasi bahwa untuk dapat disebut “bencana” harus dipenuhi beberapa kriteria/kondisi sebagai berikut: 1) ada peristiwa, 2) terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia, 3) terjadi secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-lahan/bertahap (slow), 4) menimbulkan hilangnya jiwa manusia,harta benda, kerugian sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain, 5) berada di liuar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya.
Secara umum jenis bencana dikelompokkan ke dalam enam kelompok sebagai berikut:
1)      Bencana Geologi
2)      Bencana hydrmeteorologi
3)      Bencana biologi
4)      Bencana kegagalan teknologi
5)      Bencana lingkungan
6)      Bencana sosial
7)      Kedaruratan kompleks yang merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Yang tergolong dalam bencana geologi antara lain letusan gunung api, gempa bumi/tsunami, longsor/gerakan tanah. Bencana hidrometeorologi antara lain banjir, banjir bandang, badai/angin topan, kekeringan, rob/air laut pasang, kebakaran hutan. Bencana biologi antara lain epidemi, penyakit tanaman/hewan. Bencana lingkungan antara lain pencemaran, abrasi pantai, kebakaran (urban fire), kebakaran hutan (forest fire). Sedangkan bencana kegagalan teknologi antara lain kecelakaan/kegagalan industri, kecelakaan transportasi, kesalahan design teknologi, kelalaian manusia dalam pengoperasian produk teknologi. Kedaruratan kompleks (meskipun jarang terjadi) namun dampaknya sangat besar. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain konflik sosial, terorisme/ledakan bom, dan eksodus (pengungsian/berpindah tempat secara besar-besaran).
Menurut W. Nick Carter, ancaman bencana meliputi ancaman bencana tradisional dan ancaman bencana baru. Ancaman bencana tradisional berkaitan dengan masalah-masalah lama (fenomena/kejadian alam) dan jenis bencana ini biasa dikenal dengan “natural disaster”.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena danya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau resiko bencana adalah “kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI,2004:5).
ADVC (2006) mengelompokkan  kerentanan  ke dalam lima kategori, yaitu: (1) kerentanan fisik (physical vulnerability), meliputi: umur dan kontruksi bangunan, materi penyusun bangunan, infrastruktur jalan, dan fasilitas umum; (2) kerentanan sosial (social vulnerability) yang meliputi: persepsi tentang risiko dan pandangan hidup masyarakat yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaksi sosial, umur, jenis kelamin, dan kemiskinan; (3) kerentanan ekonomi (economic vulnerability) yang meliputi: pendapatan, investasi, potensi kerugian barang/persediaan yang timbul; (4) kerentanan lingkungan (environmental vulnerability) yang meliputi: air, udara, tanah, flora, dan fauna; (5) kerentanan kelembagaan (institusional vulnerability) yang meliputi: tidak adanya sistem penanggulangan bencana, pemerintahan yang buruk, dan tidak sinkronnya aturan yang ada.  
b.      Gempa Bumi
       Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba sehingga menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
       Menurut Direktorat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi tahun 2007, menjelaskan yang dimaksud dengan gempa bumi yaitu, berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktifitas gunung api atau rutuhan batuan.
 Jenis-jenis gempa bumi:
1)      Gempa Bumi Vulkanik (Gunung Api); gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Getaran atau guncangan gempa bumi ini hanya terasa disekitar gunung api tersebut.
2)      Gempa Bumi Tektonik; gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng tektonik secara mendadakyang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi  di karenakan getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga (energi) yang terjadi karena pergeseran lempengan pelat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
c.       Tsunami
Menurut Diposaptono (2008:6) tsunami adalah gelombang laut yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik dilaut, erupsi vulkanik (meletusnya gunung api) dilaut dan longsoran dilaut dalam literatur bahasa Inggris, tsunami kadang-kadang disebut juga sebagai tidal wave atau gelombang pasang.
Tsunami adalah gelombang laut dengan periode panjang (10 menit – 60 menit) yang ditimbulkan oleh gangguan pada dasar laut. Tsunami bukanlah gelombang pasang (tidal wave) karena tidak disebabkan oleh gravitasi bulan dan matahari terhadap massa air bumi (Sunarto, 2006). Tsunami disebabkan oleh: (1) Gempa bumi dengan pusat di laut, kedalaman < 60 Km; (2) Terjadi sesar vertikal (dip slip); (3) Terjadi keruntuhan dasar laut; (4) Erupsi gunung api di laut; (5) Jatuhan meteor.
Surya (2005:6) bencana tsunami lebih banyak mengakibatkan korban jiwa dan harta benda dibandingkan dengan bencana geologi lainnya, hal ini terjadi karena adanya terjangan air laut dengan kecepatan tinggi yang membawa material serta arus balik yang juga membawa material sehingga mempunyai daya rusak yang mematikan dan berlangsung dalam waktu yang singkat.
d.      Mitigasi Bencana
Mitigasi menurut Coburn, A.W., Spence., R.J.S., Pomonis, A adalah mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya terjadi. Jadi mitigasi bencana yaitu mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari bahaya bencana alam, termasuk meminimalkan resiko-resiko bencana alam yang mungkin untuk diantisipasi, yang dilakukan sebelum bencana terjadi.
Menurut UU No.24 Tahun 2007, mitigasi bencana adalah serangkaian kegiatan untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan mitigasi bencana yang dimaksudkan disini adalah tingkat pemahaman penduduk di zona merah terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung kota Padang. Hal ini nantinya akan terkait dengan berbagai faktor yang menjadi tolak ukur tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberi perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, resiko dan dampak bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada fase atau tahapan dijelaskan sebagai berikut:
1)      Pra bencana
Penyelanggaraan penanggulangan bencana meliputi: (1) Dalam situasi tidak terjadi bencana, (2) dalam situasi terhadap potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana alam situasi tidak terjadi bencana meliputi: (1) perencanaan penanggulangan bencana, (2) pengurangan resiko bencana, (3) pencegahan, (4) pemaduan dalam perencanaan pembangunan, (5) persyaratan analisis resiko bencana, (6) pelaksanaan dalam penegakkan tata ruang, (7) pendidikan dan pelatihan, (8) penanggulangan standar teknis penanggulangan bencana. Perencanaan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana, kegiatan yang dilakukan adalah (1) kesispsiagaan, (2) peringatan dini dan, (3) mitigasi bencana
2)      Tanggap darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggapan darurat bencana meliputi: (1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan kerugian dan sumber daya, (2) penentuan status keadaan darurat bencana, (3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, (4) pemenuhan kebutuhan dasar, (5) perlindungan terhadap kelompok rentan, (6) pemulihan dengan segera sarana dan prasarana
Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi dan sumber daya dilakukan untuk mengidentifikasi (a) cakupan lokasi bencana, (b) jumlah korban, (c) kerusakan sarana dan prasarana, (d) gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan, (e) kemempuan sumber daya alam dan buatan.
Penyelamatan evakuasi masyarakat terkena bencana dilakukan dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya: (a) pencarian dan penyelamatan korban, (b) pertoongan darurat, (c) evakuasi korban ketempat aman atau ketempat penampungan sementara.
Pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana meliputi bantuan penyediaan: (a) penyediaan air bersih dan sanitasi, (b) pangan, (c) sandang, (d) pelayanan kesehatan, (e) pelayanan psikososial, (f) penampungan dan tempat hunian. Penanganan masyarakat dan pengungsi yamg terkena bencana dilakukan dengan kegiatan meliputi:pendataan, penempatan pada lokasi yang amandan pemenuhan kebutuhan dasar.
Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan melakukan pelayanan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial. Kelompok rentan terdiri atas: (a) bayi, balita dan anak-anak, (b) ibu yang mengandung atau menyusui, (c) penyandang cacat dan (d) orang lanjut usia
3)      Pasca bencana
Setelah terjadi bencana dan selesainya masa tanggap darurat, diharapkan korban bencana atau pengungsi (atau jika ada pengungsi) kembali kerumah atau ketempatasal dimana mereka tinggal. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan rehabilitasi yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu kekondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan mereka dapat berjalan kembali. Ini berlaku untuk korban bencana atau pengungsi dan bisa kembali ketempat semula dimana mereka tinggal. Dalam hal tidak memungkinkan untuk kembali, bisa ditempuh jalan lain misalnya mealui relokasi ketempat lain yang aman secara fisik dan non-fisik.
e.       Zona Merah
Pengklasifikasian daerah rawan bencana tsunami dibagi kedalam tiga jenis yang disimbolkan dengan warna. Zona I dan II adalah kawasan merah, zona III dan IV adalah kawasan kuning, zona V dan VI adalah kawasan hijau.Di Kota Padang sejauh ini terdapat sejumlah titik, tempat penempatan Siaga Tsunami yang dibagi ke dalam enam wilayah: Zona I (radius 500 meter), Zona II (0-5 m/dpl), Zona III (5-10 m/dpl), Zona IV (10-25 m/dpl), Zona V (25-100 m/dpl), dan Zona VI (>100 m/dpl) yang dimuat dalam Peta Zona Tinggi dan Jalur Evakuasi 2006.
B.       Kerangka Berfikir
            Berdasarkan teori-teori yang telah penulis paparkan diatas, berikut akan dijelaskan dalam kerangka konseptual. Dalam kerangka konseptual ini akan digambarkan bagaimana alur dalam penulisan skripsi ini guna mempermudah memahami kerangka berpikir dari awal penulisan sampai pada relefansi antara kajian teoritis dengan rumusan masalah atau hasil penelitian.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman penduduk terhadap bencana gempa dan tsunami serta mitigasi bencana gempa dan tsunami yang ada di zona merah di Kec. Bungus Teluk Kabung kota Padang.
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Masalah
(Identifikasi)

Peta Zona Merah
Penentuan Responden
Turun ke Lapangan (Responden)
Kec. Bungus Teluk Kabung
Hasil Penelitian
(Tingkat pemahaman mitigasi bencana gempa dan tsunami)
Data Penduduk di Kec. Bungus Teluk Kabung
Analisis (Angket/kuisoner yang didapat dari responden)
Pengetahuan masyarakat tentang mitigasi  gempa dan tsunami di Kec. Bungus Teluk Kabung
Faktor Internal:
1.       Pendidikan
2.       Usia
3.       Pekerjaan
Faktor Eksternal:
1.       Informasi
2.       Sosialisasi
 




















BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Sesuai dengan masalah yang di teliti, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif menurut Pabundu Tika (2005:4) adalah “Penelitian yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis”. Hasil penelitiannya adalah difokuskan untuk memberikan gambaran keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti.
B.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di zona merah kecamatan Bungus Teluk Kabung kota Padang.
2.      Sampel
Sesuai dengan populasi yang penelitian yang telah diajukan, maka penarikan sampel dalam penelitan ini menggunakan teknik sampling secara probabilitas. Pada teknik ini semua populasi berkemungkinan untuk menjadi sampel dalam penelitian.



C.    Jenis dan Sumber Data
1.      Jenis Data
Adapun jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yang langsung diperoleh dari responden yang meliputi data tentang pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami.
2.      Sumber Data
Sumber data ada 2 yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah masyarakat di kecamatan Bungus Teluk Kabung yang diperoleh secara acak melalui penyebaran kuisoner (angket). Data sekunder yang diperoleh dari kantor BPS dan kantor Camat tentang jumlah KK.
D.    Instrumentasi
Teknik uji kelayakan dan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan melakukan analisis terhadap kuisoner (angket), hasil kuisoner yang telah didapat dari responden yang berada di zona merah kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Sebelum uji kelayakan dan pengumpulan perlu dilakukan uji efektifitas, adaptabilitas, validitas dan reabilitas.
E.     Teknik Analisis Data
Teknik analisa yang digunakan untuk menganalisa data penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, berkenaan dengan itu Agusfidar (1986:15) menyatakan:”Bila suatu penelitian bertujuan mendapatkan gambaran atau menentukan sesuatu sebagaimana adanya saja tentang suatu objek yang diteliti, maka teknik analisa yang diperlukan cukup dengan perhitungan (%)”. Langkah-langkah penggunaan perhitungan persentase adalah:
1.      Mentabulasikan data ke dalam bentuk tabel distribusi.
2.      Mengolah data tersebut untuk mencari persentase dengan rumus:
            P =  F/n x 100%
                                    P = Persentase yang akan dicari
                                    F = Frekuensi jawaban responden
                                    n = Jumlah Responden
3.      Menghitung rata-rata persentase skor pemahaman masyarakat dengan persentase skala interval tiga oleh basuki (2000)

No
Interval Tingkat Pemahaman
Keterangan
1
75% - 100%
Tinggi
2
50% - 74%
Sedang
3
0%   - 49%
Rendah