BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kota
Padang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Barat. Kota Padang sendiri
merupakan sebuah kota yang berada pada pesisir barat pantai Sumatera. Di sepanjang
pesisir pantai Sumatera dilalui dua lempeng tektonik aktif yaitu lempeng
Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Keaktifan lempeng tektonik tersebut membuat
seringnya terjadi gempa di sepanjang kawasan yang dilaluinya. Gempa yang
disebabkan oleh getaran karena pertemuan dua lempeng tersebut sering
menimbulkan berbagai dampak terhadap kehidupan manusia.
Secara
umum wilayah yang pernah terjadi bencana gempa bumi ada peluang akan terulang
kembali. Banyak ahli geologi berasumsi rentang waktu terjadinya kembali bencana
gempa bumi rata-rata diatas 100 tahunan. Menurut permodelan perambatan tsunami
di Padang yang pernah terjadi berskala 8,7 dan 8,9 SR pada tahun 1797 dan 1833
akan menimbulkan gelombang diatas 5 meter (pakar tsunami ITB, Hamzah Latief).
Sedangkan rentang waktu terjadinya gempa bumi belum bisa diprediksi, ini
membutuhkan kewaspadaan yang tinggi dan persiapan yang baik.
Pasca
gempa dengan kekuatan 7,6 SR yang terjadi pada 30 september 2009 yang berpusat
dikepulauan mentawai, menimbulkan banyak korban dan kerusakan infrastruktur
25%. Ini membuat pemerintah dan masyarakat dikota Padang khawatir akan
terjadinya bencana susulan. Karena itu pemerintah kota Padang bekerja sama
dengan berbagai lembaga baik negeri maupun swasta guna meminimalisasi dampak
yang terjadi akibat bencana. Pasca gempa, banyak peneliti yang datang untuk
melakukan penelitian terkait dengan gempa tersebut. Kota Padang pun dinilai
memiliki potensi besar akan terjadinya gempa dan Tsunami. Gempa dan Tsunami
tersebut dinilai cukup besar karena adanya patahan besar yang terjadi (megatrust) dikepulauan mentawai.
Untuk
mengurangi korban jiwa dan dampak kerusakan dari gejala alam ini diperlukan
sebuah kajian tata ruang sebagai tambahan dari rencana tata ruang wilayah yang
sudah ada. Rencana ini berupa mitigasi bencana yang diwujudkan kedalam pemetaan
rawan bencana, rencana yang diwujudkan kedalam pemetaan rawan bencana, rencana
penetapan bangunan penyelamat (escape building), rencana jalur
penyelamatan/evakuasi (escape road), dan rencana penyelamatan darurat
(shelter). Kajian ini sesuai dengan UU No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang
pasal 28, menyebutkan bahwa ‘rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang evakuasi
bencana sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan tata ruang wilayah
kota’. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa rencana penyediaan dan pemanfaatan
ruang evakuasi bencana dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pelayanan sosial ekonomi.
Kota
Padang memiliki jumlah penduduk sebanyak 833.562 jiwa, yang mana penduduk
tersebut tersebar ke 11 kecamatan yang ada dikota Padang ( BPS. Hasil Sensus Penduduk 2010). Adapun persebaran penduduk per
kecamatan adalah sebagai berikut: Bungus teluk kabung dengan 22.896 jiwa, Lubuk
Kilangan 48.850 jiwa, Lubuk Begalung 106.432 jiwa, Padang selatan 57.718,
Padang Timur 77.868 jiwa, Padang Barat 45.380 jiwa, Padang Utara 69.119 jiwa,
Nanggalo 57.275 jiwa, Kuranji 126.729 jiwa, Pauh 59.216 jiwa, Koto Tangah
162.079 jiwa. Sesuai dengan status kota Padang yang menjadi Kota rawan bencana
gempa dan Tsunami, kota Padang dibagi menjadi 3 zona yakni zona merah, zona
kuning dan zona hijau.
Zona merah yang merupakan zona rawan gempa dan
Tsunami dikota Padang dinilai perlu mendapatkan pembekalan mitigasi bencana
lebih dibandingkan 2 zona lainnya. Jumlah KK zona merah kota Padang 85.587 KK
(dari jumlah bangunan tempat tinggal yang terdeteksi melalui GIS/citra
satelit). Zona kuning merupakan zona hati-hati, sementara zona hijau merupakan
zona aman terhadap tsunami. Pembekalan mengenai mitigasi bencana sangat perlu
dilakukan semaksimal mungkin guna meminimalisir dampak dari bencana gempa dan
tsunami.
Pemahaman
masyarakat akan mitigasi bencana ini berbeda-beda baik masyarakat yang satu
dengan masyarakat di kecamatan lainnya.
Tingkat pemahaman masyarakat dapat dilihat dari beberapa indikator tentang
mitigasi bencana gempa dan tsunami, seperti upaya apa yang dilakukan masyarakat
ketika gempa sedang terjadi dan kita sedang berada dirumah, jalur evakuasi
tsunami, lokasi shelter terdekat.
Berdasarkan
hal diatas penulis melihat ada permasalahan akan perbedaan tingkat pemahaman
masyarakat akan mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona merah kecamatan
yang ada di kota Padang. Di antara sebelas kecamatan yang ada di kota Padang,
ada satu kecamatan yang merupakan kecamatan paling selatan di kota Padang yang
berbatasan langsung dengan kabupaten pesisir selatan. Kecamatan Bungus Teluk
Kabung memiliki 6 kelurahan yang mana 5 kelurahannya terletak di daerah pantai.
Di karenakan posisinya yang berada didaerah pantai ini menjadikan kecamatan
Bungus Teluk Kabung sebagai daerah rawan bencana, khususnya bencana gempa dan tsunami.
Adanya
keterbatasan waktu, biaya serta hal-hal lainnya penulis tertarik untuk
melakukan penelitian pada kecamatan Bungus Teluk Kabung. Untuk itu penulis melakukan
penelitian dengan judul “Tingkat
pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami di zona merah kecamatan
Bungus Teluk Kabung Kota Padang”.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Tingkat
pemahaman masyarakat terhadap dampak bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus
Teluk Kabung masih kurang
2. Tingkat
pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona
merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung masih kurang.
C.
Batasan
Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah dan sesuai dengan kemampuan serta waktu yang dimiliki,
maka permasalahan pada penelitian ini dibatasi hanya:
1. Tingkat
pemahaman masyarakat terhadap bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus
Teluk Kabung.
2. Tingkat
pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada zona
merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung.
D.
Rumusan
Masalah
Sesuai
dengan batasan masalah di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana
tingkat pemahaman masyarakat terhadap
bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung?
2. Bagaimana
tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami pada
zona merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung?
E.
Tujuan
Penelitian
Sesuai
dengan batasan dan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan data, mengolah data serta menganalisa dan membahas
data tentang:
1. Untuk
mengetahui tingkat pemahaman masyarakat
terhadap bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk Kabung.
2. Untuk
mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana gempa dan
tsunami pada zona merah di kecamatan Bungus Teluk Kabung.
F.
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut:
1. Bagi
peneliti dapat berguna untuk salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
sarjana pendidikan di jurusan geografi.
2. Menjadi
sumber informasi bagi masyarakat bagaimana pentingnya pemahaman mitigasi
bencana.
3. Menjadi
sumber untuk mengevaluasi kinerja dari pihak yang bertanggung jawab atas
mitigasi bencana di kota Padang.
4. Pengembangan
wawasan bagi penulis serta sumbangan perpustakaan, informasi dan bahan studi
yang berkaitan dengan geografi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kajian
Teori
1.
Pemahaman
Pemahaman berasal dari
kata dasar “paham” yang artinya menurut Alvi (2001-811) dalam kamus besar
bahasa Indonesia adalah pengetahuan
banyak, kurang atau mengerti benar, tahu benar. Pemahaman merupakan kata paham
yang ditambah awalan pe-, dan akhiran an- yang artinya proses, cara, perbuatan,
memahami atau memahamkan. Jadi, yang dimaksud dengan pemahaman dalam penelitian
ini adalah kemampuan masyarakat untuk mengerti atau memahami mitigasi bencana
gempa dan tsunami.
Suharsini (2009:118) menyatakan bahwa
pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan,
menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisasikan, memberi contoh, menuliskan kembali dan memperkirakan.
Menurut Surya dalam Noriyanti (2003:10)
pemahaman adalah suatu keadaan dimana individu secara mandiri mengenal,
mengetahui dan menyadari serta menghayati akan berbagai hal. Jadi pemahaman
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sudah mengetahui ,
menyadari serta bisa menyampaikannya kepada orang lain tentang mitigasi bencana
gempa dan tsunami di zona merah.
2.
Masyarakat
Menurut Ahmadi (2003:97) masyarakat
adalah sekelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma,
adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam hubungannya. Tatanan kehidupan,
norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial dalam
lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang
memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas.
Masyarakat
menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:721) merupakan “ Sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama.
Menurut
Mutaqin (2003:31) masyarakat adalah “Organisasi yang didalamnya terdapat sistem
yang terdiri dari berbagai komponen yang satu sama lain memiliki fungsi dan
saling melengkapi, begitupula masyarakat sebagai kelompok sosial terbesar yang
didalamnya terdapat kelompok-kelompok sosial yang lebih kecil, didalam kelompok
tersebut terdapat interaksi, solidaritas, pemimpin, nilai maupun norma
tersendiri yang mengikat anggotanya. Jadi masyarakat merupakan manusia yang
akan menjadi sumber data primer dalam penelitian ini yaitu manusia yang
bertempat tinggal di kecamaatan Bungus Teluk Kabung kota Padang.
3.
Konsep
Bencana, Gempa, Tsunami, Mitigasi Bencana dan
Zona merah
a.
Bencana
Hadi dan Rony, mendefinisikan bencana adalah
gangguan atas kehidupan manusia yang terbentuk sebagian sebuah nasib yang
datangnya tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau tanpa ada kesadaran yang
pasti akan datangnya yang muncul baik dari dalam diri ataupun diluar diri
manusia (alam).
Soliman dan Rogge (2002), menyatakan bahwa terdapat
beberapa fase dalam bencana. Pra
bencana, pada fase ini disebut sebagai penilaian (evolusi potensi bencana),
Mitigasi (tindakan yang meminimalkan potensi pengerusakan), dan kesiapan
(tindakan untuk mengurangi kerugian langsung dan meningkatkan respon untuk
pemulihan. Sedangkan pada fase pasca bencana adalah tahap respon (mobilisasi
langsung untuk melindungi nyawa dan harta) dan pemulihan (usaha menengah dan
jangka panjang untuk memulihkan dan menstabilkan fungsi komunitas).
Menurut Internasional Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR-2002,24) adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh alam
atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan,
sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan,
kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya.
Kemudian defenisi bencana menurut
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Pasal 1 angka 1 adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Berdasarkan defenisi bencana dari
UN-ISDR sebagaimana disebutkan diatas, dapat di generalisasi bahwa untuk dapat
disebut “bencana” harus dipenuhi beberapa kriteria/kondisi sebagai berikut: 1)
ada peristiwa, 2) terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia, 3) terjadi
secara tiba-tiba (sudden) akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-lahan/bertahap
(slow), 4) menimbulkan hilangnya jiwa manusia,harta benda, kerugian
sosial-ekonomi, kerusakan lingkungan, dan lain-lain, 5) berada di liuar
kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya.
Secara umum jenis bencana
dikelompokkan ke dalam enam kelompok sebagai berikut:
1)
Bencana Geologi
2)
Bencana hydrmeteorologi
3)
Bencana biologi
4)
Bencana kegagalan teknologi
5)
Bencana lingkungan
6)
Bencana sosial
7)
Kedaruratan kompleks yang merupakan
kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Yang tergolong dalam bencana geologi antara lain
letusan gunung api, gempa bumi/tsunami, longsor/gerakan tanah. Bencana
hidrometeorologi antara lain banjir, banjir bandang, badai/angin topan,
kekeringan, rob/air laut pasang, kebakaran hutan. Bencana biologi antara lain
epidemi, penyakit tanaman/hewan. Bencana lingkungan antara lain pencemaran,
abrasi pantai, kebakaran (urban fire), kebakaran hutan (forest fire). Sedangkan
bencana kegagalan teknologi antara lain kecelakaan/kegagalan industri,
kecelakaan transportasi, kesalahan design teknologi, kelalaian manusia dalam
pengoperasian produk teknologi. Kedaruratan kompleks (meskipun jarang terjadi)
namun dampaknya sangat besar. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain
konflik sosial, terorisme/ledakan bom, dan eksodus (pengungsian/berpindah
tempat secara besar-besaran).
Menurut W. Nick Carter, ancaman bencana meliputi
ancaman bencana tradisional dan ancaman bencana baru. Ancaman bencana tradisional
berkaitan dengan masalah-masalah lama (fenomena/kejadian alam) dan jenis
bencana ini biasa dikenal dengan “natural disaster”.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana
adalah karena danya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability).
Ancaman bencana menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “suatu
kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap
dampak atau resiko bencana adalah “kondisi atau karakteristik biologis,
geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat
untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya
tertentu” (MPBI,2004:5).
ADVC (2006) mengelompokkan kerentanan
ke dalam lima kategori, yaitu: (1) kerentanan fisik (physical
vulnerability), meliputi: umur dan kontruksi bangunan, materi penyusun
bangunan, infrastruktur jalan, dan fasilitas umum; (2) kerentanan sosial
(social vulnerability) yang meliputi: persepsi tentang risiko dan pandangan
hidup masyarakat yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaksi sosial,
umur, jenis kelamin, dan kemiskinan; (3) kerentanan ekonomi (economic
vulnerability) yang meliputi: pendapatan, investasi, potensi kerugian
barang/persediaan yang timbul; (4) kerentanan lingkungan (environmental
vulnerability) yang meliputi: air, udara, tanah, flora, dan fauna; (5)
kerentanan kelembagaan (institusional vulnerability) yang meliputi: tidak
adanya sistem penanggulangan bencana, pemerintahan yang buruk, dan tidak
sinkronnya aturan yang ada.
b.
Gempa
Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba sehingga
menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan
kerak bumi (lempeng bumi).
Menurut Direktorat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi
tahun 2007, menjelaskan yang dimaksud dengan gempa bumi yaitu, berguncangnya
bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktifitas
gunung api atau rutuhan batuan.
Jenis-jenis gempa bumi:
1)
Gempa Bumi Vulkanik (Gunung Api); gempa
bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum
gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan
timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Getaran
atau guncangan gempa bumi ini hanya terasa disekitar gunung api tersebut.
2)
Gempa Bumi Tektonik; gempa bumi ini
disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng tektonik
secara mendadakyang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang
sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di
bumi di karenakan getaran gempa bumi
yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan
oleh pelepasan tenaga (energi) yang terjadi karena pergeseran lempengan pelat
tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba.
c.
Tsunami
Menurut Diposaptono
(2008:6) tsunami adalah gelombang laut yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat
dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan
gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan tersebut bisa berupa
gempa bumi tektonik dilaut, erupsi vulkanik (meletusnya gunung api) dilaut dan
longsoran dilaut dalam literatur bahasa Inggris, tsunami kadang-kadang disebut
juga sebagai tidal wave atau gelombang pasang.
Tsunami adalah
gelombang laut dengan periode panjang (10 menit – 60 menit) yang ditimbulkan
oleh gangguan pada dasar laut. Tsunami bukanlah gelombang pasang (tidal wave) karena tidak disebabkan oleh
gravitasi bulan dan matahari terhadap massa air bumi (Sunarto, 2006). Tsunami
disebabkan oleh: (1) Gempa bumi dengan pusat di laut, kedalaman < 60 Km; (2)
Terjadi sesar vertikal (dip slip);
(3) Terjadi keruntuhan dasar laut; (4) Erupsi gunung api di laut; (5) Jatuhan
meteor.
Surya (2005:6) bencana
tsunami lebih banyak mengakibatkan korban jiwa dan harta benda dibandingkan
dengan bencana geologi lainnya, hal ini terjadi karena adanya terjangan air
laut dengan kecepatan tinggi yang membawa material serta arus balik yang juga
membawa material sehingga mempunyai daya rusak yang mematikan dan berlangsung
dalam waktu yang singkat.
d. Mitigasi Bencana
Mitigasi menurut Coburn, A.W., Spence., R.J.S.,
Pomonis, A adalah mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi
pengaruh-pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya terjadi. Jadi mitigasi
bencana yaitu mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh
dari bahaya bencana alam, termasuk meminimalkan resiko-resiko bencana alam yang
mungkin untuk diantisipasi, yang dilakukan sebelum bencana terjadi.
Menurut UU No.24 Tahun 2007, mitigasi bencana adalah
serangkaian kegiatan untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan
mitigasi bencana yang dimaksudkan disini adalah tingkat pemahaman penduduk di zona
merah terhadap mitigasi bencana gempa dan tsunami di kecamatan Bungus Teluk
Kabung kota Padang. Hal ini nantinya akan terkait dengan berbagai faktor yang
menjadi tolak ukur tingkat pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan
untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberi
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, resiko dan dampak bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada fase atau tahapan dijelaskan
sebagai berikut:
1) Pra
bencana
Penyelanggaraan
penanggulangan bencana meliputi: (1) Dalam situasi tidak terjadi bencana, (2)
dalam situasi terhadap potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana alam situasi tidak terjadi bencana meliputi: (1)
perencanaan penanggulangan bencana, (2) pengurangan resiko bencana, (3)
pencegahan, (4) pemaduan dalam perencanaan pembangunan, (5) persyaratan
analisis resiko bencana, (6) pelaksanaan dalam penegakkan tata ruang, (7)
pendidikan dan pelatihan, (8) penanggulangan standar teknis penanggulangan
bencana. Perencanaan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi
terjadi bencana, kegiatan yang dilakukan adalah (1) kesispsiagaan, (2)
peringatan dini dan, (3) mitigasi bencana
2) Tanggap
darurat
Penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggapan darurat bencana meliputi: (1)
pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan kerugian dan sumber
daya, (2) penentuan status keadaan darurat bencana, (3) penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana, (4) pemenuhan kebutuhan dasar, (5)
perlindungan terhadap kelompok rentan, (6) pemulihan dengan segera sarana dan
prasarana
Pengkajian
secara cepat dan tepat terhadap lokasi dan sumber daya dilakukan untuk
mengidentifikasi (a) cakupan lokasi bencana, (b) jumlah korban, (c) kerusakan
sarana dan prasarana, (d) gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta
pemerintahan, (e) kemempuan sumber daya alam dan buatan.
Penyelamatan
evakuasi masyarakat terkena bencana dilakukan dengan memberikan pelayanan
kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui
upaya: (a) pencarian dan penyelamatan korban, (b) pertoongan darurat, (c)
evakuasi korban ketempat aman atau ketempat penampungan sementara.
Pemenuhan
kebutuhan dasar bagi korban bencana meliputi bantuan penyediaan: (a) penyediaan
air bersih dan sanitasi, (b) pangan, (c) sandang, (d) pelayanan kesehatan, (e)
pelayanan psikososial, (f) penampungan dan tempat hunian. Penanganan masyarakat
dan pengungsi yamg terkena bencana dilakukan dengan kegiatan
meliputi:pendataan, penempatan pada lokasi yang amandan pemenuhan kebutuhan
dasar.
Perlindungan
terhadap kelompok rentan dilakukan dengan melakukan pelayanan berupa
penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial.
Kelompok rentan terdiri atas: (a) bayi, balita dan anak-anak, (b) ibu yang
mengandung atau menyusui, (c) penyandang cacat dan (d) orang lanjut usia
3) Pasca
bencana
Setelah
terjadi bencana dan selesainya masa tanggap darurat, diharapkan korban bencana
atau pengungsi (atau jika ada pengungsi) kembali kerumah atau ketempatasal
dimana mereka tinggal. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan rehabilitasi
yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu kekondisi normal yang lebih baik, agar
kehidupan dan penghidupan mereka dapat berjalan kembali. Ini berlaku untuk
korban bencana atau pengungsi dan bisa kembali ketempat semula dimana mereka
tinggal. Dalam hal tidak memungkinkan untuk kembali, bisa ditempuh jalan lain
misalnya mealui relokasi ketempat lain yang aman secara fisik dan non-fisik.
e.
Zona
Merah
Pengklasifikasian daerah rawan bencana tsunami
dibagi kedalam tiga jenis yang disimbolkan dengan warna. Zona I dan II adalah
kawasan merah, zona III dan IV adalah kawasan kuning, zona V dan VI adalah
kawasan hijau.Di Kota Padang sejauh ini terdapat sejumlah titik, tempat
penempatan Siaga Tsunami yang dibagi ke dalam enam wilayah: Zona I (radius 500
meter), Zona II (0-5 m/dpl), Zona III (5-10 m/dpl), Zona IV (10-25 m/dpl), Zona
V (25-100 m/dpl), dan Zona VI (>100 m/dpl) yang dimuat dalam Peta Zona
Tinggi dan Jalur Evakuasi 2006.
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan teori-teori yang telah penulis paparkan diatas,
berikut akan dijelaskan dalam kerangka konseptual. Dalam kerangka konseptual
ini akan digambarkan bagaimana alur dalam penulisan skripsi ini guna
mempermudah memahami kerangka berpikir dari awal penulisan sampai pada
relefansi antara kajian teoritis dengan rumusan masalah atau hasil penelitian.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman penduduk terhadap bencana gempa
dan tsunami serta mitigasi bencana gempa dan tsunami yang ada di zona merah di
Kec. Bungus Teluk Kabung kota Padang.
Gambar
1. Kerangka Berfikir
Turun ke Lapangan
(Responden)
|
Hasil Penelitian
(Tingkat pemahaman mitigasi bencana gempa dan
tsunami)
|
Data Penduduk di
Kec. Bungus Teluk Kabung
|
Analisis
(Angket/kuisoner yang didapat dari responden)
|
Pengetahuan masyarakat tentang mitigasi gempa dan tsunami di Kec. Bungus Teluk
Kabung
|
Faktor
Internal:
1.
Pendidikan
2.
Usia
3.
Pekerjaan
|
Faktor
Eksternal:
1.
Informasi
2.
Sosialisasi
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Sesuai
dengan masalah yang di teliti, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif menurut Pabundu Tika (2005:4)
adalah “Penelitian yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan
sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada walaupun
kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis”. Hasil penelitiannya adalah
difokuskan untuk memberikan gambaran keadaan sebenarnya dari objek yang
diteliti.
B.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang berada di zona merah kecamatan Bungus
Teluk Kabung kota Padang.
2. Sampel
Sesuai dengan populasi
yang penelitian yang telah diajukan, maka penarikan sampel dalam penelitan ini
menggunakan teknik sampling secara probabilitas. Pada teknik ini semua populasi
berkemungkinan untuk menjadi sampel dalam penelitian.
C.
Jenis
dan Sumber Data
1.
Jenis
Data
Adapun jenis data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer yang langsung diperoleh dari
responden yang meliputi data tentang pemahaman masyarakat terhadap mitigasi
bencana gempa dan tsunami.
2.
Sumber
Data
Sumber data ada 2 yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah masyarakat di kecamatan
Bungus Teluk Kabung yang diperoleh secara acak melalui penyebaran kuisoner
(angket). Data sekunder yang diperoleh dari kantor BPS dan kantor Camat tentang
jumlah KK.
D.
Instrumentasi
Teknik uji kelayakan
dan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan melakukan analisis
terhadap kuisoner (angket), hasil kuisoner yang telah didapat dari responden
yang berada di zona merah kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Sebelum
uji kelayakan dan pengumpulan perlu dilakukan uji efektifitas, adaptabilitas,
validitas dan reabilitas.
E.
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisa yang digunakan untuk menganalisa data penelitian ini adalah analisis
statistik deskriptif, berkenaan dengan itu Agusfidar (1986:15) menyatakan:”Bila
suatu penelitian bertujuan mendapatkan gambaran atau menentukan sesuatu
sebagaimana adanya saja tentang suatu objek yang diteliti, maka teknik analisa
yang diperlukan cukup dengan perhitungan (%)”. Langkah-langkah penggunaan perhitungan
persentase adalah:
1.
Mentabulasikan data ke dalam bentuk
tabel distribusi.
2.
Mengolah data tersebut untuk mencari
persentase dengan rumus:
P
= F/n x 100%
P
= Persentase yang akan dicari
F
= Frekuensi jawaban responden
n
= Jumlah Responden
3. Menghitung
rata-rata persentase skor pemahaman masyarakat dengan persentase skala interval
tiga oleh basuki (2000)
No
|
Interval Tingkat Pemahaman
|
Keterangan
|
1
|
75% - 100%
|
Tinggi
|
2
|
50% - 74%
|
Sedang
|
3
|
0%
- 49%
|
Rendah
|